Korelasi antara Agama dan Budaya


Tentu saja topik tulisan kali ini akan memulai perdebatan panas dan keras. Tapi mari kita tidak terbawa perdebatan ini menjadi semacam debat kusir. Filsafat bertujuan untuk membuka manusia terhadap berbagai realitas dan kemungkinan-kemungkinan. Agama dan budaya jelas sekali saling berhubungan satu sama lainnya. Bahkan budaya dan Agama memiliki hubungan yang sangat amat dekat. Hal ini tidak perlu diperdebatkan.
Kita telah melihat bagaimana agama mampu mengubah sebuah kebudayaan secara signifikan . Bagaimana agama juga menentukan sebagian dari perkembangan sebuah kebudayaan. Bagaimana nilai-nilai dan Idealisme agama mempengaruhi suatu kebudayaan. Hal ini mulai dari Arsitektur hingga tata politik. Mengatur berbagai segi mulai dari sains dan perdagangan.
Sebaliknya mau tidak mau budaya mempengaruhi praktek agama yang ada walau kadang tidak sampai mengubah inti ajaran agama. Tetapi sedikit banyak suatu praktek agama akan terpengaruh dari nilai-nilai budaya dimana Agama itu dianut. Bangunan-bangunan rumah Ibadah disesuaikan dengan arsitektur budaya yang ada. Kotbah dan ceramah menggunakan bahasa yang dikenal masyarakat. Bahkan terjadi penyerapan nilai-nilai budaya dalam menafsirkan suatu ajaran Agama.
Hal ini tidak bisa dihindari, ini karena dunia bukanlah suatu yang stagnan dan tidak berubah. Dunia adalah sesuatu yang dinamis. Budaya mempengaruhi ajaran agama dan budaya terpengaruh dari agama. Saling mempengaruhi dan terpengaruh juga dengan faktor-faktor lain seperti politik saat itu dan semacamnya.
Mungkin yang menjadi perdebatan serius adalah apakah agama itu sebenarnya budaya dan hanya ciptaan manusia. Tentu saja ini masuk salah satu pertimbangan. Agama seringkali memiliki bentuk seperti budaya. Berkembang dan terpengaruh satu sama lain. Contoh yang paling menonjol tentu saja dalam bentuk Politeisme, dimana dewa dan dewi bisa saling mempengaruhi satu sama lain.
Hal ini tentu akan mendapat tantangan keras dari agama dari tradisi Abrahamik dan mungkin agama dari tradisi lainnya. Agama Abrahamik tentu saja keberatan karena agama diciptakan oleh Tuhan dan bukan manusia. Ini masalah kepercayaan, dan sah saja mengatakan demikian. Dalam tradisi Abrahamik agama seringkali dipandang sebagai hukum yang diturunkan oleh Tuhan ke Manusia. Menyatakan bahwa agama diciptakan manusia sama saja mengingkari dasar dari kepercayaan itu. Kadang ini bisa dipecahkan dengan teori beberapa agama adalah budaya dan beberapa tidak.

Makna “Kita! Lo aja Kali!” Dari Sudut Pandang Filsafat Politik


Sangat menarik jika kita memperhatikan logika bahasa dalam bahasa Indonesia belakangan ini. Suatu istilah guyonan baru muncul begitu saja di tengah dunia kita. Istilah ini sepertinya dimulai dari kaum muda dilihat dari struktur bahasa dan jenis bahasanya yang condong ke bahasa gaul. “Kita? Lo Kali?”
Istilah ini jika diperhatikan sangat menarik karena ini sangat berguna ketika kita berada dalam sebuah diskusi. Dalam sebuah diskusi, seringkali seseorang mereferensi diri sebagai “kita”. Menggunakan kata kita dalam sebuah rapat misalnya seakan mewakilkan diri sebagai suara dari mayoritas. Kita sebagai suku, kita sebagai bangsa, kita sebagai kelompok. Kata kita merupakan kata yang bisa mencakup saya dan kamu, namun bisa juga menegasikan kamu sebagai bagian dari kita.
Kadang menjengkelkan ketika kita melihat seseorang mereferensi diri sebagai kita. Seakan-akan orang-orang telah direduksi pendapatnya dan opininya menjadi bagian dari sebuah kelompok. Suara itu menjadi suara yang mewakilkan secara keseluruhan. Baik apabila pendapat-pendapat itu memang sama, apabila tidak?
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang sangat menjunjung tinggi kebersamaan. Kita menganut prinsip gotong-royong artinya melakukan segala sesuatu bersama. Ini adalah nilai yang luhur dan sangat menarik dalam kebudayaan kita. Namun demikian saya lumayan tidak senang kalau prinsip macam ini selalu dilakukan. Seperti ronda, seindah apapun itu, rasanya satpam jauh lebih rapi. Belum lagi prinsip musyarawarah mufakat, dimana suatu keputusan yang diambil harus memuaskan semua pihak. Padahal bisa jadi suara yang didapat hasil aklamasi dimana suara mayoritas dikalahkan suara-suara vokal. Keputusan yang parsial kemudian diungkapkan sebagai universal.
Tapi menurut saya kesadaran individualistis mulai muncul, terutama di kalangan mudanya. Berkat pendidikan dan informasi di segala segi, masyarakat indonesia semakin terpapar oleh pola pikir barat. Pola pikir yang tidak selamanya buruk.
Ketika kita merasa bahwa seseorang menjadikan pendapatnya umum dan mewakili keseluruhan, padahal itu pendapat pribadi yang tak semua orang setuju. Anda bisa bilang “Kami!? Lo aja kali!!”

Pandangan Aristoteles Tentang Tuhan dan Alam Berdasarkan Teori Actus Potensi


Bagi Aristoteles, Tuhan adalah penggerak alam. Menurut teori actus potensi alam adalah objek yang memiliki potensi untuk melakukan perubahan. Perubahan di sini artinya adalah tujuan. Dengan kata lain, alam memiliki potensi untuk merealisasikan dirinya sesuai dengan tujuannya. Tujuan dari setiap objek yang terdapat dalam alam semesta adalah actus purus, yaitu Tuhan (Hadiwijono, 2005:51).
Menurut Aristoteles, Tuhan berdiri sendiri, tidak dilahirkan, tidak pernah berubah, tidak pernah berakhir, dan bersifat abadi. Tuhan adalah penyebab dari semua benda menjadi bertujuan, tetapi bukan sebagai efficient cause, melainkan final cause. Artinya, Tuhan tidak menggerakkan benda secara langsung seperti halnya memindahkan benda ke tempat yang berbeda, tetapi memberikan tujuan final atau arah akhirnya. Proses untuk mencapai final adalah cara masing-masing benda. Dengan demikian, bagaimanapun cara alam beserta isinya bergerak dan merealisasikan dirinya tujuan akhirnya tetap actus purus (scandalon.co.uk:2).
Daftar Pustaka
  • Hadiwijono, Harun, 2005. Sari Sejarah Filsafat Barat 1. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
  • scandalon.co.uk:1, http://www.scandalon.co.uk/philosophy/aristotle_body_soul.htm
  • scandalon.co.uk:2, http://www.scandalon.co.uk/philosophy/aristotle_prime_mover.htm

Dualisme dalam Diri Manusia antara Jasmani dan Rohani


Menurut Descartes manusia dan segala hal di dunia ini memiliki dualisme. Antara apa yang ada di dalam dan apa yang ada diluar. Manusia termasuk memiliki sesuatu yang ada di dalam dan sesuatu yang ada di luar. Dengan kata lain jiwa dan tubuh. Manusia pasti memiliki jiwa dan tubuh. Kalah hanya jiwa kita akan menamainya hantu, kalau hanya tubuh berarti mayat. Manusia memiliki dua itu.
Kita punya bagian luar yang dinamakan tubuh. Tubuh tidak selalu bergerak sesuai kemauan kita. Misalnya saja tubuh kita bisa bergerak sendiri tanpa kesadaran kita. Kadang bisa berkedut. Kadang bahkan kita bisa berjalan saat kita sedang tidur. Tubuh luar ini juga bergerak secara otomatis nyaris seperti mesin. Jantung bergerak terus dan terus. Aliran darah terus mengalir seperti mesin elektronik yang terus dan terus bergerak. Kita kadang tidak bisa memerintahkan tubuh kita, seperti saat kita sakit. Ataupun kita tidak memerintah jantung kita untuk berdetak atau otot pencernaan untuk mencerna makanan. Semua terjadi secara otomatis.
Lalu ada bagian jiwa. Menarik sekali karena bagian jiwa ini adalah bagian yang tidak terlihat. Bagian ini bisa bergerak independen terlepas dari tubuh. Maksudnya adalah ketika tubuh kita tidak bergerak, pikiran kita bisa jadi sebenarnya sangat sibuk. Bahkan pikiran ini merupakan salah satu yang menjadi fokus kehidupan manusia. Kita bisa berjalan dan berlari dalam pikiran kita. Sebagai contohnya pada saat kita sedang bermimpi. Dalam saat kita sedang bermimpi kita bisa pergi ke tempat-tempat lain, padahal tubuh kita sedang tidur.
Uniknya keberadaan satu dan yang lainnya saling terikat satu sama lainnya. Pikiran terikat dengan tubuh begitu juga sebaliknya. Ketika tubuh kita terluka pikiran kita juga merasakan sakitnya. Tubuh juga kelihatannya bisa kita kendalikan dengan menggunakan pikiran.

Kemampuan Otak Manusia


Ada guyonan yang berbunyi demikian “Otak siapa yang paling berharga.” jawabnya“Otak mu! Karena jarang dipakai masih baru.” Begitu guyonan untuk menyebut seseorang yang bodoh. Otaknya tidak pernah dipakai dan masih baru. Tentu saja pendapat ini sangat lucu karena tentu saja ini salah besar sekali. Otak manusia yang tidak pernah dipakai bukannya akan jadi baik karena awet tapi malah sebaliknya otak akan semakin tidak baik apabila tidak diasah terus menerus.
Otak semacam otot, ketika dia tidak pernah dipakai dia akan menjadi semakin lemah. Otak menjadi semakin lemah ketika pemiliknya tidak menggunakannya dengan baik dan tidak melatihnya. Sebagai contohnya mereka yang memiliki penyakit alzeimer akan semakin rapuh ketika tidak melatih otaknya bekerja. Karena itu mereka yang ada di usia senja diharapkan melatih otak mereka agar mereka dengan berbagai aktivitas yang melatih otak mereka Otak yang semakin sering digunakan adalah seperti otot, dia menjadi kuat dan terlatih.
Dikatakan bahwa otak yang terlatih memiliki lebih banyak kerutan-kerutan. DI dalamnya juga lebih banyak sambungan sambungan. Karena itulah otak yang terlatih tentu saja lebih mahal dari otak yang tidak terlatih. Di dalam otak yang terlatih sudah ada banyak jaringan-jaringan neuron yang ada karena sering digunakan untuk berfikir.
Albert Einstein pernah berkata bahwa manusia hanya memakai 10% otaknya. Fakta ilmiah baru-baru ini menyatakan bahwa kepercayaan ini salah. Mungkin yang Einstein maksud sebagai 10% adalah potensi otak kemampuan otak. Memang kita belum tahu batas kemampuan otak manusia, kita sering melihat orang-orang membawa kemampuan otaknya hingga taraf yang mengagumkan seperti menghitung dengan cepat dan menghafal demikian banyak. Suatu kemampuan yang tidak biasa kita lihat di kehidupan sehari-hari.

Pemikiran Thomas Aquinas Mengenai Pembuktian Adanya Tuhan


Thomas Aquinas lahir di Rocca Sicca, dekat Napels pada tahun 1225 dari suatu keluarga bangsawan. St. Thomas adalah putra dari Pangeran Aquino, yang kastilnya di kerajaan Nepal, dekat dengan Monte Cassino. Selama 6 tahun ia belajar di Universitas Frederick II Nepal,  kemudian ia menjadi pengikut Dominican dan pergi ke Cologne, untuk beklajar di bawah bimbingan Albertus Magnus, ahli Aristotelian terkemuka di kalangan para filosof pada waktu itu. Sejak tahun 1252 ia mengajar di Paris dan di Italia.
Filsafat Thomas di hubungkan erat sekali dengan teologi. Sekalipun demikian pada dasarnya filsafatnya dapat dipandang sebagai suatu filsafat kodrati yang murni. Sebab ia tahu benar akan tuntutan akan penelitian kebenaran, dan secara jujur mengakui bahwa pengetahuan isani dapat diandalkan juga. Wahyu memberi kebenran yang bersifat adikodrati, memberi misteri atau hal-hal yang bersifat rahasia seperti: kebenaran tentang trinitas, inkarnasi, sakramen dan lain-lain. Untuk ini diperlukan iman. Iman adalah suatu cara tertentu guna mencapai pengetahuan, yaitu pengetahuan yang mengatasi akal, pengetahuan yang tidak dapat ditembus akal. Iman adalah suatu penerimaan atas dasar wibawa Allah.
Thomas memakai pengertian essential (hakekat) dan existential (eksistensi) bagi Allah. Menurut Thomas, Allah adalah aktus yang paling umum, aktus purus (aktus murni), Allah sempuna adanya, tiada perkembangan pada-Nya karena pada-Nya tiada potensi. Allah adalah aktualitas semata-mata. Thomas juga mengajarkan apa yang disebut theologia naturalis, yang mengajarkan, bahwa manusia dengan pertolongannya dapat mengenal Allah, sekalipun pengetahuan tentang Allah yang diperolehnya dengan akal tidak jelas dan tidak menyelamatkan. Dengan akalnya manusia dapat tahu bahwa Allah ada, dan juga tau beberapa sifat Allah. Dengan akal orang dapat mengenal Allah setelah ia mengemukakakn pertanyaan-pertanyaan yang mengenai dunia dan mengenai manusia sendiri. Dengan demikian Thomas berpendapat, bahwa pembuktian tentang adanya Allah hanya dapat dilakukan secara a posteriori. Maka ia dapat menerima pembuktian adanya Allah secara ontologis.
Thomas memberi 5 (lima) bukti adanya Tuhan:
  1. Adanya gerak didunia mengharuskan kita menerima bahwa ada penggerak pertama yaitu Allah. Menurut Thomas apa yang bergerak tentu digerakkan oleh sesuatu yang lain. Gerak menggerakkan ini tidak dapat berjalan tanpa batas. Maka harus ada penggerak pertama. Penggerak pertama ini adalah Allah.
  2. Di dalam dunia yang diamati terdapat suatu tertib sebab-sebab yang membawa hasil atau yang berdaya guna. Tidak pernah ada sesuatu yang diamati yang menjadi sebab yang menghasilkan dirinya sendiri. Oleh karena itu, maka harus ada sebab berdaya guna yang pertama, inilah Allah.
  3. Di dalam alam semesta terdapat hal-hal yang mungkin ada dan tidak ada. Oleh karena semuanya itu tidak berada sendiri tetapi diadakan, dan oleh karena semuanya itu dapat rusak, maka ada kemungkinan semua itu ada, atau semuanya itu tidak ada. Jikalau segala sesuatu hanya mewujudkan kemunginan saja, tentu harus ada sesuatu yang adanya mewujudkan suatu keharusan. Padahal sesuatu yang adanya adalah suatu keharusan, adanya itu disebabkan oleh sesuatu yang lain, sebab-sebab itu tak mugkin ditarik hingga tiada batasnya. Oleh karena itu, harus ada sesuatu yang perlu mutlak, yang tak disebabkan oleh sesuatu yang lain, inilah Allah.
  4. Diantara segala yang ada terdapat ha-hal yag lebih atau kurang baik, lebih atau kurang benar dan lain sebagainya. Apa yang lebih baik adalah apa yang lebih mendekati apa yang terbaik. Jadi jikalau ada yang kurang baik, yang baik dan yang lebih baik, semuanya mengharuskan adanya yang terbaik. Dari semuanya dapat disimpulkan bahwa harus ada sesuatu yang menjadi sebab daris segala yang baik, segala yang benar, segala yang mulia. Yang menyebabkan semuanya itu adalah Allah.
  5. Kita menyaksikan, bahwa segala sesuatu yang tidak berakal seperti umpamanya tubuh alamiah, berbuat menuju pada akhirnya. Dari situ tampak jelas, bahwa tidak hanya kebetulan saja semuanya itu mencapai akhirnya, tapi memang dibuat begitu. Maka apa yang tidak berakal tidak mungkin bergerak menuju akhirnya, jikalau tidak diarahkan oleh suatu tokoh yang berakal, berpengetahuan. Inilah Allah.
Kelima bukti itu memang dapat menunjukkan, bahwaada suatu tokoh yang menyebabkan adanya segala sesuatu, suatu Tokoh yang berada karena diriNya sendiri. Akan tetapi semuanya itu tidak dapat membuktikan kepada kita akan hekekat Allah yang sebenarnya. Dengan semuanya itu, kita hanya tahu bahwa Allah ada. Sekalipun demikian dapat juga dikatakan,bahwa orang memang memiliki beberapa pengetahuan filsafati tentang Allah.
Dengan 3 cara manusia dengan akalnya mengenai Allah, yaitu:
1. Segala makhluk sekedar mendapat bagian dari keadaan Allah. Hal ini mengakibatkan, bahwa segala yang secara positif baik pada para makhluk dapat dikenakan juga kepada Allah (via positiva).
2. Sebaliknya juga dapat dikatakan, karena adanya analogi keadaan, bahwa segala yang ada pada makhluk tentu tidak ada pada Allah dengan cara yang sama (via negativa).
3. Jadi ada yang baik pada makhluk tentu berada pada Allah dengan cara yang jauh melebihi keadaan pada para makhluk itu (via iminentiae).

Descartes-Chuang Tzu: Antara Mimpi dan kenyataan.


Descartes pernah mengalami keraguan yang sangat besar pada dirinya sendiri. Apakah dunia ini nyata atau tidak. Dia pernah duduk dan bermeditasi pada suatu malam, dia kemudian mempertanyakan apakah apa yang dia lihat sekarang nyata ataukah yang dilihatnya sekarang hanya khayalan belaka. Bisa saja dia gila dan apa yang dilihatnya tidak lebih dari mimpi orang gila. Penelusuran pemikiran Descartes bisa anda baca sendiri dalam meditasi philosophy pertama.
Membicarakan mimpi selalu merupakan sesuatu yang menarik dalam pemikiran filsafat. Sebuah perenungan sederhana akan membuat kita meragukan kenyataan dan mimpi. Kita nyaris tak bisa membedakan antara kenyataan dan mimpi. Ketika kita bermimpi kita merasa seperti kita bangun. Kita merasa jalan-jalan, makan dan minum, berenang padahal pada kenyataannya kita masih ada di tempat tidur. Sedang memejamkan mata dengan nyaman. Padahal kita merasa sedang berjalan atau berlari.
Memang jarang orang mengetahui bahwa ketika dia bermimpi dia sedang bermimpi. Tapi pada saat bangun kita sadar dengan pasti mana yang mimpi dan mana yang bukan. Tapi apa buktinya kalau kenyataan itu sendiri bukan mimpi yang lain. Mimpi di dalam mimpi. Ini karena ketika kita sedang bermimpi kita mengira mimpi itu sebagai kenyataan. Ketika kita mimpi menjadi kupu-kupu kita mengira bahwa kehidupan kupu-kupu adalah nyata. Sedangkan sekarang apa buktinya kalau kita mengira apa yang nyata di dunia ini bukanlah sebuah mimpi belaka. Sebuah fenomena yang digambarkan dengan baik oleh Chuang Tzu.
Ini membuat orang skeptis dan meragukan realitas. Tapi bagaimanapun ini hanyalah pemikiran filsafat yang memperkaya otak saja. Orang hidup di dunia ketika dilempari batu tetap saja dia menghindar. Tema mengenai mimpi sudah digambarkan dalam film Inception.

Waktu dan Cahaya


Agustinus pernah ditanya mengenai waktu. Dia menjawab “Jika tidak ditanya aku tahu, tapi ketika ditanya aku tidak tahu.” Waktu adalah salah satu misteri yang paling besar yang ada dalam kehidupan manusia. Semua orang pasti punya pengertian mengenai waktu. Tentu dia memahami konsep mengenai masa lalu, masa depan dan masa sekarang. Semuanya tentu bisa dimengerti dengan mudah. Tapi ketika kita ditanya mengenai waktu kita akan dibawa ke suatu misteri yang gelap dan dalam.
Sang filsuf Agustinus tidak pernah bertemu Einstein dan belum pernah mendengar mengenai teori relativitas waktu. Andai saja dia pernah mendengarnya tentu saja dia akan semakin lebih bingung lagi. Dalam teori Relativitas waktu bukanlah sesuatu yang sama dan konstan di seluruh jagad raya.
Dalam pengertian Newton, waktu adalah sesuatu yang konstan. Ada sesuatu yang disebut waktu yang terus bergerak. Dari masa lalu ke masa kini lalu ke masa depan. Sesuatu yang tidak akan bisa dihentikan. Seperti aliran air yang tak akan bisa dibendung dan terus bergerak. Namun semenjak Einstein pengertian waktu berubah. Ini karena hadirnya kecepatan cahaya yang selalu konstan.
Kecepatan cahaya selalu konstan itu artinya bahwa ketika sebuah cahaya bergerak, tidak perduli pengamatnya akan memiliki kecepatan yang sama. Misalnya sebuah bola menggelinding, bagi pengamat yang sedang lari – bola kelihatan lambat, bagi pengamat yang sedang diam – bola menjadi bergerak cepat, bagi pengamat yang lari ke arah berlawanan tentunya bola akan bergerak jauh lebih cepat lagi.
Sayangnya hal ini berbeda dengan cahaya. Cahaya selalu berkecepatan sama bagi setiap orang. Ini sangat membingungkan. Karena itu Einstein berpendapat bahwa kalau kecepatannya cahaya konstan dan jarak juga konstan maka ada variabel lain yang berubah yaitu waktu. Waktu bukanlah lagi sesuatu yang konstan seperti dipahami dahulu, waktu juga menjadi relatif.

Metode Filsafat Pendidikan Progresivisme


Ada banyak aliran filsafat pendidikan mulai dari empirisme, pragmatisme, progresivisme, rekonstruksionisme sampai dengan mazhab pendidikan kritis. Kali ini akan dibahas secara singkat tentang aliran filsafat pendidikan progresivisme sekaligus metodenya dalam mengajar. Tokoh progresivisme yang cukup penting untuk diketahui adalah John Dewey dan William O. Stanley yang merupakan seorang profesor dari University of Illinois. Progresivisme dalam ranah filsafat pendidikan itu sendiri dapat didefinisikan sebagai prinsip yang menganggap bahwa pendidikan itu dimulai dari anak didik itu sendiri yang berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Jadi seorang anak didik tidak harus disuruh membaca dan mengimani buku secara terus menerus, tetapi juga harus bisa mencari jawaban otentik tentang mengapa begini dan mengapa begitu.
Aliran filsafat pendidikan progresivisme secara garis besar dapat diuraikan menjadi beberapa pokok yaitu:
  • Menolak praktek pendidikan tradisonal yang dianggap terlalu mementingkan disiplin, pasif, dan bertele-tele.
  • Perubahan merupakan inti dari kenyataan.
  • Pendidikan merupakan proses perubahan.
  • Metode atau kebijakan senantiasa berubah sesuai dengan perubahan lingkungan.
  • Mutu terletak pada adanya kemampuan untuk merekonstruksi pengalaman terus menerus, bukan pada standar kebaikan, kebenaran, dan keindahan yang abadi.
  • Pendidikan hendaklah merupakan kehidupan itu sendiri, bukan persiapan untuk hidup.
  • Belajar disangkutpautkan dengan minat subjek didik.
  • Belajar melalui pemecahan masalah lebih utama daripada belajar pasif.
  • Peranan pendidik bukan menuntun namun lebih sebagai pemberi nasihat.
  • Sekolah hendaknya mengembangkan kerjasama bukan persaingan. Adanya  demokrasi memungkinkan saling tukar menukar ide secara bebas yang amat berguna bagi perkembangan subjek didik. (Materi kuliah Filsafat Pendidikan)

Metode Filsafat Pendidikan Progresivisme

Pengaplikasian dari filsafat pendidikan progresivisme ini juga dapat dituangkan dalam bentuk metode yang riil. Metode mengajar dengan dasar filsafat pendidikan progresivisme antara lain adalah:
  • Memberikan soal latihan dalam bentuk teka-teki kepada anak didik.
  • Membuat kelompok atau grup belajar, dengan mengelompokkan minat masing-masing anak pada suatu topik.
  • Membicarakan topik hangat yang sedang beredar di masyarakat secara bersama-sama di dalam ruang kelas.
Masih banyak pengembangan metode filsafat pendidikan lainnya yang dapat diterapkan kepada anak didik. Tentunya berbagai metode yang akan digunakan harus diuji coba terlebih dahulu sehingga dapat diambil kesimpulan apakah sebuah metode mendidikan tepat digunakan atau tidak.

Hubungan Ilmu dengan Filsafat



Hubungan  Ilmu dengan Filsafat  atau hubungan filsafat dan ilmu ditinjau dari segi historis, hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan mengalami perkembangan yang sangat menyolok. Pada permulaan sejarah filsafat di Yunani, “philosophia” meliputi hampir seluruh pemikiran teoritis. Tetapi dalam perkembangan ilmu pengetahuan di kemudian hari, ternyata juga kita lihat adanya kecenderungan yang lain. Filsafat Yunani Kuno yang tadinya merupakan suatu kesatuan kemudian menjadi terpecah-pecah (Bertens, 1987, Nuchelmans, 1982)



Lebih lanjut Nuchelmans (1982), mengemukakan bahwa dengan munculnya ilmu pengetahuan alam pada abad ke 17, maka mulailah terjadi perpisahan antara filsafat dan ilmu pengetahuan. Dengan demikian dapatlah dikemukakan bahwa sebelum abad ke 17 tersebut ilmu pengetahuan adalah identik dengan filsafat. Pendapat tersebut sejalan dengan pemikiran Van Peursen (1985), yang mengemukakan bahwa dahulu ilmu merupakan bagian dari filsafat, sehingga definisi tentang ilmu bergantung pada sistem filsafat yang dianut.


Dalam perkembangan lebih lanjut menurut Koento Wibisono (1999), filsafat itu sendiri telah mengantarkan adanya suatu konfigurasi dengan menunjukkan bagaimana “pohon ilmu pengetahuan” telah tumbuh mekar-bercabang secara subur. Masing-masing cabang melepaskan diri dari batang filsafatnya, berkembang mandiri dan masing-masing mengikuti metodologinya sendiri-sendiri.


Dengan demikian, perkembangan ilmu pengetahuan semakin lama semakin maju dengan munculnya ilmu-ilmu baru yang pada akhirnya memunculkan pula sub-sub ilmu pengetahuan baru bahkan kearah ilmu pengetahuan yang lebih khusus lagi seperti spesialisasi-spesialisasi. Oleh karena itu tepatlah apa yang dikemukakan oleh Van Peursen (1985), bahwa ilmu pengetahuan dapat dilihat sebagai suatu sistem yang jalin-menjalin dan taat asas (konsisten) dari ungkapan-ungkapan yang sifat benar-tidaknya dapat ditentukan.


Terlepas dari berbagai macam pengelompokkan atau pembagian dalam ilmu pengetahuan, sejak F.Bacon (1561-1626) mengembangkan semboyannya “Knowledge Is Power”, kita dapat mensinyalir bahwa peranan ilmu pengetahuan terhadap kehidupan manusia, baik individual maupun sosial menjadi sangat menentukan. Karena itu implikasi yang timbul menurut Koento Wibisono (1984), adalah bahwa ilmu yang satu sangat erat hubungannya dengan cabang ilmu yang lain serta semakin kaburnya garis batas antara ilmu dasar-murni atau teoritis dengan ilmu terapan atau praktis.

Untuk mengatasi gap antara ilmu yang satu dengan ilmu yang lainnya, dibutuhkan suatu bidang ilmu yang dapat menjembatani serta mewadahi perbedaan yang muncul. Oleh karena itu, maka bidang filsafatlah yang mampu mengatasi hal tersebut. Hal ini senada dengan pendapat Immanuel Kant (dalam Kunto Wibisono dkk., 1997) yang menyatakan bahwa filsafat merupakan disiplin ilmu yang mampu menunjukkan batas-batas dan ruang lingkup pengetahuan manusia secara tepat. Oleh sebab itu Francis Bacon (dalam The Liang Gie, 1999) menyebut filsafat sebagai ibu agung dari ilmu-ilmu (the great mother of the sciences).


Lebih lanjut Koento Wibisono dkk. (1997) menyatakan, karena pengetahuan ilmiah atau ilmu merupakan “a higher level of knowledge”, maka lahirlah filsafat ilmu sebagai penerusan pengembangan filsafat pengetahuan. Filsafat ilmu sebagai cabang filsafat menempatkan objek sasarannya: Ilmu (Pengetahuan). Bidang garapan filsafat ilmu terutama diarahkan pada komponen-komponen yang menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu yaitu: ontologi, epistemologi dan aksiologi. Hal ini didukung oleh Israel Scheffler (dalam The Liang Gie, 1999), yang berpendapat bahwa filsafat ilmu mencari pengetahuan umum tentang ilmu atau tentang dunia sebagaimana ditunjukkan oleh ilmu.


Interaksi antara ilmu dan filsafat mengandung arti bahwa filsafat dewasa ini tidak dapat berkembang dengan baik jika terpisah dari ilmu. Ilmu tidak dapat tumbuh dengan baik tanpa kritik dari filsafat. Dengan mengutip ungkapan dari Michael Whiteman (dalam Koento Wibisono dkk.1997), bahwa ilmu kealaman persoalannya dianggap bersifat ilmiah karena terlibat dengan persoalan-persoalan filsafati sehingga memisahkan satu dari yang lain tidak mungkin. 

Sebaliknya, banyak persoalan filsafati sekarang sangat memerlukan landasan pengetahuan ilmiah supaya argumentasinya tidak salah. Lebih jauh, Jujun S. Suriasumantri (1982:22), –dengan meminjam pemikiran Will Durant– menjelaskan hubungan antara ilmu dengan filsafat dengan mengibaratkan filsafat sebagai pasukan marinir yang berhasil merebut pantai untuk pendaratan pasukan infanteri. Pasukan infanteri ini adalah sebagai pengetahuan yang diantaranya adalah ilmu. Filsafatlah yang memenangkan tempat berpijak bagi kegiatan keilmuan. Setelah itu, ilmulah yang membelah gunung dan merambah hutan, menyempurnakan kemenangan ini menjadi pengetahuan yang dapat diandalkan.

Untuk melihat hubungan antara filsafat dan ilmu, ada baiknya kita lihat pada perbandingan antara ilmu dengan filsafat dalam bagan di bawah ini, (disarikan dari Drs. Agraha Suhandi, 1992)




Alasan Manusia Berfilsafat


Kekaguman atau keheranan, keraguan atau kesangsian, dan kesadaran akan keterbatasan merupakan 3 hal yang mendorong manusia utuk berfilsafat.


Plato (filsuf Yunani, guru dari Aristoteles ) menyatakan bahwa : Mata kita memberi pengamatan bintang-bintang, matahari, dan langit. Pengamatan ini memberi dorongan kepada kita untuk meyelidiki. Dan dari penyelidikan ini berasal filsafat. Berbeda dengan Plato; Agustinus dan Rene Descartes beranggapan lain. Menurut mereka, berfilsafat itu bukan dimulai dari kekaguman atau keheranan, tetapi sumber utama mereka berfilsafat dimulai dari keraguan atau kesangsian. Ketika manusia heran, ia akan ragu-ragu dan mulai berpikir apakah ia sedang tidak ditipu oleh panca inderanya yang sedang keheranan?


Rasa heran dan meragukan ini mendorong manusia untuk berpikir lebih mendalam, menyeluruh dan kritis untuk memperoleh kepastian dan kebenaran yang hakiki. Berpikir secara mendalam, menyeluruh dan kritis seperti ini disebut dengan berfilsafat.

Bagi manusia, berfilsafat dapat juga bermula dari adanya suatu kesadaran akan keterbatasan pada dirinya. Apabila seseorang merasa bahwa ia sangat terbatas dan terikat terutama pada saat mengalami penderitaan atau kegagalan, maka dengan adanya kesadaran akan keterbatasannya itu manusia berfilsafat. Ia akan memikirkan bahwa diluar manusia yang terbatas, pastilah ada sesuatu yang tidak terbatas yang dijadikan bahan kemajuan untuk menemukan kebenaran yang hakiki.


A. Persoalan Filsafat
Ada enam persoalan yang selalu menjadi bahan perhatian para filsuf dan memerlukan jawaban secara radikal, dimana tiap-tiapnya menjadi salah satu cabang dari filsafat yaitu : ada, pengetahuan, metode, penyimpulan, moralitas, dan keindahan.

1. Tentang ”Ada”
Persoalan tentang ”äda” ( being ) menghasilkan cabang filsafat metafisika; dimana sebagai salah satu cabang filsafat metafisika sendiri mencakup persoalan ontologis, kosmologi ( perkembangan alam semesta ) dan antropologis ( perkembangan sosial budaya manusia ). Ketiga hal tersebut memiliki titik sentral kajian tersendiri.
2. Tentang ”Pengetahuan” ( knowledge )
Persoalan tentang pengetahuan ( knowledge ) menghasilkan cabang filsafat epistemologi ( filsafat pengetahuan ). Istilah epistemologi sendiri berasal dari kata episteme dan logos. Episteme berarti pengetahuan dan logos berarti teori. Jadi, epistemologi merupakan salah satu cabang filsafat yang mengkaji secara mendalam dan radikal tentang asal mula pengetahuan, struktur, metode dan validitas pengetahuan.
3. Tentang ”Metode”( method )
Persoalan tentang metode ( method ) menghasilkan cabang filsafat metologi atau kajian / telaah dan penyusunan secara sistematik dari beberapa proses dan azas-azas logis dan percobaan yang sistematis yang menuntun suatu penelitian dan kajian ilmiah; atau sebagai penyusun ilmu-ilmu vak.
4. Tentang ”Penyimpulan”
Logika ( logis ) yaitu ilmu pengetahuan dan kecakapan untuk berpikir tepat dan benar. Dimana berpikir adalah kegiatan pikiran atau akal budi manusia. Logika sendiri dapat dibagi menjadi 2, yaitu logika ilmiah dan logika kodratiah. Logika bisa menjadi suatu upaya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti : Adakah metode yang dapat digunakan untuk meneliti kekeliruan pendapat? Apakah yang dimaksud pendapat yang benar? Apa yang membedakan antara alasan yang benar dengan alasan yang salah? Filsafat logika ini merupakan cabang yang timbul dari persoalan tentang penyimpulan.
5. Tentang ”Moralitas” ( morality )
Moralitas menghasilkan cabang filsafat etika ( ethics ). Etika sebagai salah satu cabang filsafat menghendaki adanya ukuran yang bersifat universal.
6. Tentang ”Keindahan”
Estetika adalah salah satu cabang filsafat yang lahir dari persoalan tentang keindahan. Merupakan kajian kefilsafatan mengenai keindahan dan ketidakindahan. Lebih jauhnya lagi, mengenai sesuatu yang indah terutama dalam masalah seni dan rasa serta norma-norma nilai dalam seni.


B. Ciri dan Permasalahan Filsafat
1.Filsafat tidak menyangkut fakta. Pertanyaan-pertanyaan kefilsafatan bukan merupakan pertanyaan tentang hal-hal yang bersifat faktual.
2.Filsafat juga menyangkut keputusan-keputusan tentang nilai. Pertanyaan-pertanyaan atau persoalan filsafat merupakan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan keputusan tentang nilai-nilai.
3.Pertanyaan filsafat bersifat kritis. Salah satu tugas utama seorang filsuf adalah mengkaji dan menilai asumsi-asumsi, mengungkapkan maknanya dan menentukan batas-batas aplikasinya.
4.Pertanyaan kefilsafatan bersifat spekulatif. Pertanyaan-pertanyaan kefilsafatan melampaui batas-batas pengetahuan yang telah mapan.
5.Pertanyaan kefilsafatan bersifat sinoptik atau holistik, dengan pertanyaan seperti ini berarti filsafat memandang suatu masalah secara integral.


C. Karakteristik Pemikiran Kefilsafatan 
Dalam pandangan. Kunto Wibisono (1997 ) dinyatakan bahwa karakteristik Berfikir Filsafat , yaitu :
1.Menyeluruh / Universal : Melihat konteks keilmuan tidak hanya dari sudut pandang ilmu itu sendiri.
2.Mendasar : Mencari kebenaran dari ilmu itu sendiri.
3.Spekulatif : Didasarkan kepada sifat manusia yang tidak dapat menangguk pengetahuan secara keseluruhan.
4.Radikal : berfikir sampai keakar-akarnya.
5.Konseptual : memiliki kaidah-kaidah keilmuan yang jelas.
6.Bebas : bebas dari nilai-nilai baik moral, etika, estetika.
7.Bertanggungjawab : hasil pengkaijian dapat dipertanggungjawabkan sebagai satu bidang kajian ilmiah.

Mencari Asal Usul Orang Batak



Dari mana asal usul Orang Batak ?

Banyak berita dan cerita tentang asal usul orang-orang Batak. Salah satunya dari legenda suku Batak yang mengatakan orang-orang Batak seluruhnya berasal dari Pusuk Buhit, dari keturunan si Boru Deak Parujar, yang akhirnya menyebar menjadi kelompok-kelompok kecil yang tersebar ke seluruh wilayah Sumatra. Legenda ini begitu dipercayai oleh orang-orang batak yang bermukim di sekitar wilayah Samosir dan Danau Toba. Cerita ini agak berbau dongeng, tetapi sangat diyakini oleh orang-orang Batak, terutama yang berasal dari wilayah Toba. Tetapi banyak ditentang oleh etnis batak lainnya.

Mari kita lihat beberapa pendapat tentang dari mana orang-orang Batak itu berasal.

dari Thailand
Ada satu cerita yang mengatakan bahwa orang batak pada awalnya berasal dari daratan Thailand. Secara struktur fisik tubuh orang-orang Batak bisa dikatakan mirip dengan orang Thailand, yang memiliki struktur fisik seperti orang Batak, salah satunya memiliki rahang yang berbentuk kotak dan kuat. Tetapi untuk hal yang lebih detail masih samar-samar, karena tidak ada bukti sejarah yang mengatakan bahwa orang Batak berasal dari daerah Thailand.
Apabila diperhatikan dari segi budaya, sebenarnya ada juga unsur kedekatannya dengan beberapa suku di Thailand, contoh pada suku Lao, Thao dan Lahu yang memiliki kain penutup kepala mirip dengan kain penutup kepala orang Batak pada umumnya. Serta kain tenun suku Karen yang sangat mirip dengan kain tenun orang Batak Toba.
Apakah hal ini dapat diterima ? bisa saja ya ...

dari Burma
kain tenun "ulos" suku Kachin
mirip nggak ya ?
Batak berasal dari Burma ? salah satu versi mengatakan orang Batak berasal dari Burma. Secara fisik, struktrur tubuh orang Batak memang mirip dengan orang Burma. Beberapa seni budaya pada beberapa suku minoritas di Burma ada yang mirip dengan budaya orang Batak. Tetapi apakah hanya mirip saja dapat dikatakan bahwa orang Batak berasal dari Burma ? Beberapa kain tenun dalam budaya beberapa suku minoritas di Burma, seperti yang dimiliki oleh suku Kachin mirip bahkan nyaris sama dengan kain tenunnya orang Batak. Apa dulunya orang Kachin Burma sempat hijrah dan bermigrasi ke wilayah Tanah Batak dan bermukim di pedalaman hutan Sumatra, dan menurunkan orang Batak ? Sedangkan dari bahasa, bisa dikatakan bahasa-bahasa di Burma beda kali lahdengan bahasa-bahasa pada rumpun Batak. Sepertinya hal ini harus didalami lebih lanjut, dan harus lebih banyak dibicarakan.
jadi apakah orang Batak dari Burma ? mungkin ....

dari India Timur-Selatan (Timur Laut)
suku Mara-Mizo di India Timur-Selatan
mirip nggak dengan orang batak ?

mirip kali pun
Satu cerita mengatakan orang Batak berasal dari daerah India, beberapa sumber menyebutkan kemungkinan daerah Assam India, juga daerah lainnya seperti di Mizoram, Manipur, Mizoram, Tripura dan lain-lain. (Beberapa pemberitaan menyebutkan suku Mizoram, suku Mizoram tidak ada, karena Mizoram adalah nama negara bagian di India)

Dilihat dari budaya orang dari daerah India Timur-Selatan, seperti suku Mara-Chin-Mizo, Lai, Manipuri, suku Naga, dan banyak suku-suku di sana, memiliki kemiripan budaya dan tradisi dengan orang Batak, seperti rumah adat dan kain tenun khas mereka nyaris sama dengan ulos nya orang Batak Toba, Humbang, Silindung, Samosir, Angkola dan Mandailing. (Coba lihat di gambar sebelah kanan) 
Cara mereka memakainya juga dibentangkan di bahu kiri atau kanan, sama seperti cara-cara orang Batak. Hal lain, mereka mempunyai kebiasaan menyanyi dan paduan suara, yang juga mirip dengan kebiasaan menyanyi dan paduan suara orang Batak, terutama orang Batak Toba. Hanya saja bahasa mereka sangat berbeda, hanya ditemukan beberapa kata saja yang memang mirip. Hal ini belum bisa disimpulkan bahwa orang di India Timur-Selatan adalah opung moyangnya orang Batak, karena tidak ada sejarah tertulis yang menjelaskan secara detail mengenai hal ini.
Orang Mara-Mizo dan Lai yang bisa dikatakan paling mirip dengan orang Batak. Walaupun ini hanya spekulasi. Jadi, apakah cerita di atas bisa diterima ?

dari Yunnan, China Selatan
suku Boeyi di China Selatan kain kepala mirip
dengan punya orang Karo, Pakpak dan Simalungun
Cerita lain yang sempat diterima oleh orang banyak, adalah orang batak berasal dari daerah Yunnan, di China bagian Selatan, yang bermigrasi bersama kelompok protomalayan, yang terusir oleh invasi bangsa Mongol di wilayah mereka, sehingga kelompok protomalayan ini terdesak ke daerah pesisir, dan di daerah pesisir mereka juga terdesak oleh bangsa Arya dan bangsa Hindu. Yang mana akhirnya mereka terpecah belah tersebar ke seluruh wilayah Asia Tenggara, mulai dari daerah Indochina, Formosa hingga ke pulau dan kepulauan di Asia Tenggara, termasuk salah satunya adalah kelompok nenek moyang orang batak yang terpecah sebagian ke sumatra dan sebagian ke filipina. Tidak tahu apakah info ini akurat, karena ini juga merupakan spekulasi para peneliti sejarah.  Tapi ya, bisa saja ...

dari Formosa, Taiwan
Menurut seorang peneliti, orang Batak berasal dari Formosa, karena daerah Formosa dianggap sebagai asal mula pertama penyebaran suku bangsa Austronesia. Salah satunya termasuk orang Batak. Tetapi adakah budaya di Formosa yang mirip dengan budaya orang Batak ? kalau kita perhatikan satu persatu bahasa yang digunakan di Formosa memiliki banyak persamaan dengan bahasa Batak. Walau ada bahasanya yang mirip dengan bahasa orang Batak, tetapi budaya dan tradisi di Formosa sangat mirip dengan budaya orang Dayak dan orang Minahasa, serta dengan orang di Filipina. Jadi, apakah orang Batak berasal dari Formosa ? bisa jadi ...


dari Vietnam
suku Hmong,
mirip orang batak mana ya?
Ada satu versi lain dari Vietnam, pernah tanpa sengaja terbuka dan terbaca pada suatu situs di web, sayangnya saya lupa alamatnya, dikatakan kalau orang Batak berasal dari Vietnam, hal ini membuat penasaran, apa kah ada salah satu budaya suku di Vietnam yang mirip dengan orang Batak ? saya tidak tahu apa ada hubungan sejarah dengan orang Batak, tetapi kalau mirip-mirip ada juga. Tapi mirip saja, belum bisa dipastikan orang Batak berasal dari Vietnam kan ? bahasanya juga berbeda. Memang dari Vietnam, ada beberapa suku-bangsa yang termasuk rumpun Proto-Malayan (Proto Malayo) seperti orang Batak yang juga Proto Malayan, tetapi tetap saja dilihat dari bahasanya tidak mirip.
Jadi orang Batak dari Vietnam, mungkin nggak ya?

dari Toraja
rumah adat Toraja
mirip nggak dengan rumah Batak
Berikutnya ada sebuah spekulasi lain yang mengatakan bahwa orang Batak berasal dari keturunan orang Toraja yang bermigrasi ke daerah Sumatra. Dilihat dari budaya, gaya hidup, rumah adat dan seni patung pada orang Toraja memang mirip dengan budaya, gaya hidup, rumah adat dan seni patung orang Batak. Tetapi kalau dilihat dari tradisi orang Toraja yang hidup di pegunungan, dan tidak mempunyai tradisi sebagai pelaut, maka rasanya tidak mungkin orang Toraja bermigrasi menyeberang laut sampai ke wilayah Tanah Batak. Diperkirakan dahulunya kemungkinan orang Toraja dan orang Batak, memang berasal-usul dari satu rumpun yang sama. Sayangnya tidak ada bukti-bukti tertulis mengenai hal ini, jadi hal ini masih dianggap sebagai spekulasi... bisa diterima ? boleh jadi...

dari Sumatra Selatan
Satu lagi, cerita asal usul orang Batak, justru berasal dari daerah lain di luar wilayah Tanah Batak, tepat nya dari daerah Sumatra Selatan. Konon, pada masa dahulu, ada 2 orang bersaudara (2 kelompok bersaudara) yang bermigrasi dari suatu tempat di seberang lautan, berlabuh dan mendarat di pesisir pantai pulau Sumatra bagian selatan. Kedua kelompok bersaudara ini sering bercanda, mengenai siapa yang lebih tua di antara mereka. Pada suatu hari, kedua bersaudara ini memutuskan untuk berpisah. Satu kelompok menuju Danau Ranau dan bermukim di sekitar pesisir danau Ranau dan menjadi suku Komering dan Pasemah. Sedangkan satu kelompok lagi masuk ke pedalaman hutan Sumatra, yang akhirnya sampai di Danau Toba, dan bermukim di Danau Toba, ini lah yang menjadi suku Batak.
Apakah cerita ini bisa diterima ? mungkin saja...


dari Komering
Satu lagi cerita yang dianggap masih terkait yang diambil dari cerita rakyat dari daerah Komering dan Lampung, Konon nenek moyangnya orang batak yang bernama si Raja Batak memiliki dua saudara lagi. Seorang bernama Bone dan yang satu lagi bernama Lapung. Bone pergi menyeberang lautan, ke daerah Sulawesi. Di sana dia beranak-pinak dan menjadi puak yang besar bernama Bone sesuai dengan nama kakek moyang mereka. Sedangkan yang bungsu, si Lapung pergi ke daerah Sumatera Selatan yang kemudian menurunkan suku Komering dan Lampung.
Ini hanya sebuah cerita rakyat, yang terpelihara sejak dahulu pada masyarakat suku Komering dan suku Lampung. Untuk menguji kebenaran kisah ini, tentunya perlu pembahasan lebih lanjut. 

dari suku Mon, Malaysia
Satu hal yang cukup mengejutkan, karena dalam satu forum disebut bahwa orang batak di Sumatra berasal dari suku Mon dari Malaysia. Suku Mon, berasal dari Thailand, yang telah bermigrasi ke Malaysia, ratusan-ribuan tahun yang lalu, dan dianggap sebagai salah satu orang asli (aslian) di Malaysia. Kaum (suku) Mon ini lah yang menurunkan orang Batak dan orang Minang (topix.com) dan (http://atlantisunda.com), Konon, karena terdapat persamaan gen, dan orang Batak katanya memiliki gen sekian persen sama dengan orang Mon di Malaysia. Jangan-jangan sebagian orang di Malaysia benar-benar menganggap bahwa orang batak memang berasal dari suku Mon di Malaysia.
wah .. jadi garuk kepala awak ni..  tapi mungkin nggak ya? jangan-jangan iya pulak ... hehe

dari Laos atau Mongolia
Beberapa cerita asal usul lain, yang mengatakan kalau orang batak berasal dari Laos atau Mongolia ... bahkan ada tulisan di sebuah situs di web, mengejutkan ! dikatakan bahwa orang Batak berasal dari bangsa Atlantis... wah !

dari Israel
lalu ada yang lebih mengejutkan bahwa orang Batak berasal dari salah satu suku Israel yang hilang... wow ! 
Ada seorang batak yang tinggal di Israel, mengusulkan sebuah proposal ke pemerintah Israel, agar orang Batak diakui sebagai salah satu dari 10 suku Israel yang hilang. Setelah dilakukan pendalaman oleh Pemerintah Israel, segala adat, agama tradisional, tradisi budaya, kebiasaan, karakter, tarombo dan segala sesuatunya disetujui oleh pemerintah Israel, tetapi hanya satu yang menjadi kendala, karena hilangnya garis keturunan, pada leluhur si Boru Deak Parujar (urutan keturunan sebelum si Boru Deak Parujar). Kalau dilihat dari karakter orang Batak, memang mirip dengan orang Israel, yaitu: mulai dari pariban, keras kepala, mau menang sendiri, suka mendominasi, bicara blak-blakan, suara keras, tidak suka diperintah-perintah, malah suka perintah sana perintah sini .... he he...  tapi... entahlah ! benar atau tidak, biar pusing, biar pening... semua hanya perkiraan, spekulasi, anggapan dan tebak-tebakan saja... 

cerita lain, yang berhubungan
Ada suatu cerita yang tidak tau berasal dari mana, konon orang Lampung berasal dari orang Batak, yang satu ini bukan tentang asal usul orang Batak, tapi masih berhubungan lah mungkin sama orang orang Batak. Tapi benar atau tidaknya .. perlu ditinjau lebih dalam..
        Zaman dahulu ketika meletus gunung berapi yang menimbulkan Danau Toba. Setelah gunung itu meletus, ada empat orang bersaudara yang berusaha menyelamatkan diri. Salah satu dari empat saudara itu bernama Ompung Silamponga, terdampar di Krui, Lampung Barat. Ompung Silamponga kemudian naik ke dataran tinggi Belalau atau Sekalabrak.
       Dari atas bukit itu, terhampar pemandangan luas dan menawan hati seperti daerah yang terapung. Dengan perasaan kagum, lalu Ompung Silamponga meneriakkan kata, "Lappung" (konon berasal dari bahasa Batak kuno yang berarti terapung atau luas).
       Dari kata inilah timbul nama Lampung. Ada juga yang berpendapat nama Lampung berasal dari nama Ompung Silamponga itu.


Hasil Penelitian Terbarudari Manchuria, dan Dong Son
Satu hal yang baru dilakukan oleh oleh Prof DR Bungaran Antonius Simanjuntak bersama Dr Thalib Akbar Selian MSc (Lektor Kepala/Research Majelis Adat Alas Kabupaten Aceh Tenggara), Drs S Is Sihotang MM (mantan Bupati Dairi), dan Nelson Lumban Tobing (Batakolog asal Universitas Sumatera Utara), yang melakukan penelitian dan mengumpulkan sejumlah fakta untuk menyatakan bahwa orang Batak berawal dari bangsa Manchuria, tepatnya dari daerah Mongol, Mereka menemukan bukti bahwa nenek moyang orang Batak mulai dari tanah Gayo, Alas, Singkil, Sumatra Utara hingga sebagian kecil Sumatra Barat, berasal dari suku Manchuria, yang bermigrasi ke Indochina, dan menurunkan suku Dong Son di Vietnam (sebuah kebudayan purba suku bangsa Dong Son di Vietnam yang mirip dengan budaya Batak), dan meneruskan perjalanan ke Filipina, kemudian ke Sulawesi, Toraja. Kemudian turun ke Tanah Bugis Sulawesi Selatan, dan mengikuti angin Barat dengan berlayar ke arah Lampung di wilayah Ogan Komering Ulu, dan menuju Pantai Timur Sumatera, dan mendarat di Kampung Teluk Aru di daerah Aceh. Dari Teluk Aru ini, suku Manchuria yang terus bermigrasi itu naik ke Tanah Karo, dan kemudian meneruskan perjalanan hingga sampai ke Pusuk Buhit, Danau Toba. Setiap daerah yang dilalui oleh keturunan suku bangsa Manchuria, biasanya memiliki kesamaan dalam budaya, tradisi, dialek dan mengusung budaya Dong Son. Penelitian tentang asal usul nenek moyang orang Batak juga diperkuat melalui sejumlah literatur, antara lain, Elizabeth Seeger, Sejarah Tiongkok Selayang Pandang, yang menegaskan nenek moyang orang Batak dari Suku Manchuria, dan Edmund Leach (Rithingking Anhtropology ) mempertegas hubungan vertikal kebudayaan Suku Manchuria dengan Suku Batak.
ah lain lagi ni, dari suku Dong Son atau Manchuria rupanya orang Batak itu ? betul nya ?!!


Ada suatu hal yang aneh pada orang Batak, padahal sejak awal etnis batak telah mengenal tulisan, tetapi mengapa tidak ada satupun catatan yang tersimpan tentang asal usul mereka dari mana mereka sebenarnya. Yang ada hanya tentang nenek moyang orang batak yang berasal dari Siboru Deak Parujar, yang itupun tidak diketahui berasal dari mana, yang akhirnya hanya memunculkan spekulasi-spekulasi yang meragukan.

Orang Batak awalnya bermigrasi dari satu tempat ke tempat lain, nama Batak mungkin suatu sebutan baru buat mereka sejak mereka hidup di daratan Sumatra. Kemungkinan orang Batak dulunya memiliki identitas dengan nama lain. Hal ini umum untuk nama berubah karena memasuki wilayah baru. Anggota keluarga Batak telah bermigrasi melalui berbagai wilayah dan negara dalam sejarah yang panjang.

Asal usul suku Batak sampai saat ini tetap menjadi misteri, mereka tetap menjadi suatu keunikan tersendiri yang memiliki budaya yang kontras dengan suku bangsa di sekelilingnya yang rata-rata berbudaya Melayu.

Suku Batak, adalah salah satu suku tertua di Indonesia, berangkat dari tidak dikenal, terpencil, terasing, (mungkin primitive dan kanibal) di tengah pedalaman hutan belantara Sumatra, saat ini tumbuh menjadi salah satu suku yang paling dikenal di Indonesia ....
siapa yang tak kenal Batak ? hayo angkat tangan !