Mahasiswa
merupakan salah satu elemen penting dalam setiap episode panjang
perjalanan bangsa ini. Hal ini tentu saja sangat beralasan mengingat
bagaimana pentingnya peran mahasiswa yang selalu menjadi aktor perubahan
dalam setiap momen - momen bersejarah di Indonesia. Sejarah telah
banyak mencatat, dari mulai munculnya Kebangkitan Nasional hingga
Tragedi 1998, mahasiswa selalu menjadi garda terdepan. Beberapa tahun
belakangan ini telah banyak tercatat bahwa sudah beberapa kali mahasiswa
menancapkan taji intelektualitasnya secara aplikatif dalam memajukan
peradaban bangsa ini dari masa penjajahan Belanda, Masa Penjajahan
Jepang, Masa Pemberontakan PKI, Masa Orde Lama, Hingga Masa orde baru,
peran mahasiswa tidak pernah absen dalam catatan peristiwa penting
tersebut.
Pergerakan 1908
Dalam Sejarah peradaban bangsa
Indonesia, ada beberapa catatan peristiwa yang layak kita pandang
sebagai awal mula pergerakan mahasiswa di tanah air. Pergerakan tersebut
bermula pada tahun 1908. Pada masa itu,mahasiswa - mahasiswa dari
lembaga pendidikan STOVIA mendirikan sebuah wadah pergerakan pertama di
Indonesia yang bernama Boedi Oetomo, dimana organisasi ini didirikan di
Jakarta pada tanggal 20 Mei 1908. Wadah ini merupakan bentuk sikap
kritis mahasiswa tersebut terhadap sistem kolonialisme Belanda yang
menurut mereka sudah selayaknya dilawan dan rakyat harus dibebaskan dari
bentuk penguasaan terhadap sumber daya alam yang dilakukan oleh
penjajah terhadap bangsa ini, walaupun terkesan gerakan yang mereka
lakukan masih menunjukkan sifat primordialisme Jawa. Organisasi ini
berdiri berawal dari kegiatan akademis berupa diskusi rutin di
perpustakaan STOVIA yang dilakukan oleh beberapa mahasiswa Indonesia
yang belajar di STOVIA antara lain Soetomo, Goenawan Mangoenkoesoemo,
Goembrek, Saleh, dan Soeleman. Melalui diskusi itulah mahasiswa -
mahasiswa tersebut mulai memikirkan nasib masyarakat Indonesia yang
makin memprihatinkan ditengah kondisi penjajahan dan selalu dianggap
bodoh oleh Belanda, disamping itu diperparah dengan kondisi para pejabat
pemerintahan pada saat itu dari kalangan pribumi (pangreh praja) yang
justru makin menindas rakyatnya demi kepentingan pribadi dan
kelanggengan jabatannya, seperti menarik pajak yang tingi terhadap
rakyat untuk menarik simpati atasan dan pemerintahan Belanda.
Selain
itu, pada tahun 1908 ini juga, mahasiswa Indonesia yang sedang menuntut
ilmu di perguruan tinggi di Belanda yaitu Drs. Mhd. Hatta mendirikan
organisasi Indische Vereeninging yang kemudian berubah nama menjadi
Indonesische Vereeninging pada tahun 1922. Organisasi ini awalnya
merupakan suatu wadah kelompok diskusi mahasiswa yang kemudian orientasi
pergerakannya lebih jelas dalam hal politik. Misi nasionalisme yang
ditunjukkan organisasi ini lebih jelas dipertajam dengan bergantinya
nama organisasi ini menjadi Perhimpunan Indonesia. Melalui majalah
Indonesia Merdeka, mereka yang tergabung dalam organisasi ini mulai
gesit dalam melancarkan propaganda pergerakannya, sudah banyak artikel
yang dimuat dalam majalah tersebut yang mengkritisi bagaimana kondisi
bangsa pada saat itu, sampai muncul statement yang mengatakan bahwa
sudah saatnya Bangsa Indonesia tidak menyebut negaranya dengan sebutan
Hindia Belanda. Termasuk dalam majalah tersebut memuat tulisan yang
disebut manifesto 1925 yang isinya antara lain:
1. Rakyat Indonesia sewajarnya diperintah oleh pemerintah yang dipilih mereka sendiri;
2. Dalam memperjuangkan pemerintahan sendiri itu tidak diperlukan bantuan dari pihak mana pun dan;
3. Tanpa persatuan kukuh dari pelbagai unsur rakyat tujuan perjuangan itu sulit dicapai.
Selain
itu, masih ada organisasi pemuda mahasiswa yang lain seperti Indische
Partij yang secara radikal menyuarakan kemerdekaan Indonesia,selain itu
ada juga Sarekat Islam, dan Muhammadiyah yang arah pergerakan politiknya
lebih condong ke ideologi nasionalisme demokratik yang berlandaskan
Islam. Yang perlu kita catat dalam sejarah kemahasiswaan periode ini
adalah ketika insiatif beberapa mahasiswa pada tahun 1908 tersebut telah
memunculkan sebuah momentum bersejarah yang diperingati setiap tahun
sebagai hari kebangkitan nasional yang jatuh pada saat Boedi Oetomo
didirikan. Momentum inilah yang telah menjadi batu loncatan awal bagi
setiap pergerakan bangsa di tahun - tahun berikutnya.
Pergerakan 1928
Sejarah
berlanjut pada periode berikutnya di tahun 1928. Pada awalnya,
mahasiswa di Surabaya yang bernama Soetomo pada tanggal 19 oktober 1924
mendirikan Kelompok Studi Indonesia (Indonesische Studie-club). Di
tempat yang berbeda, oleh Soekarno dan kawan - kawannya dari Sekoleah
Tinggi Teknik (ITB) di Bandung beriniisiatif untuk mendirikan Kelompok
Studi Umum (Algemeene Studi Club) pada tanggal 11 Juli 1925. Pembentukan
kedua kelompok diskusi ini merupakan bentuk kekecewaan mereka terhadap
perkembangan pergerakan politik mahasiswa yang semakin tumpul pada masa
itu.
Kemudian pada tahun 1926, terbentuklah organisasi Perhimpunan
Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI) yang merupakan organisasi yang berusaha
untuk menghimpun seluruh mahasiswa di Indonesia dan lebih menyuarakan
yang namanya wawasan kebangsaan dalam diri mahasiswa. Hal tersebut lah
yang kemudian mereka realisasikan dengan menyelenggarakan sebuah kongres
paling bersejarah dalam dunia kepemudaan mahasiswa di tanah air. Yaitu
Kongres Pemuda II yang berlangsung di Jakarta pada 26-28 Oktober 1928
yang kemudian menghasilkan sumpah pemuda yang sangat bersejarah
tersebut.
Pergerakan1945
Periode ini merupakan periode yang sangat
penting dalam sejarah bangsa Indonesia, peran pemuda mahasiswa juga
tidak lepas dan terlihat sangat vital dalam mewujudkan suatu misi besar
bangsa Indonesia pada saat itu yaitu melepaskan diri dari belenggu
pejajahan atau merebut kemerdekaan. Kondisi pergerakan mahasiswa pada
saat itu tidak semudah pada periode - perode sebelumnya. Secara umum
kondisi pendidikan maupun kehidupan politik pada zaman pemerintahan
Jepang jauh lebih represif dibandingkan dengan kolonial Belanda, antara
lain dengan melakukan pelarangan terhadap segala kegiatan yang berbau
politik, dan hal ini ditindak lanjuti dengan membubarkan segala
organisasi pelajar dan mahasiswa, termasuk partai politik, serta insiden
kecil di Sekolah Tinggi Kedokteran Jakarta yang mengakibatkan mahasiswa
dipecat dan dipenjarakan. Dan secara praktis, akhirnya mahasiswa -
mahasiswa pada saat itu mulai menurunkan intensitas pergerakannya dan
lebih mengerucutkannya dalam bentuk kelompok diskusi. Yang berbeda pada
masa tersebut adalah, mahasiswa - mahasiswa pada waktu itu lebih memilih
untuk menjadikan asrama mereka sebagai markas pergerakan. Dimana
terdapat 3 asrama yang terkenal dalam mencetak tokoh - tokoh yang sangat
berpengaruh dalam sejarah, yaitu asrama Menteng Raya, Asrama Cikini,
dan Asrama Kebon Sirih. Melalui diskusi di asrama inilah kemudian lahir
tokoh - tokoh yang nantinya bakal menjadi motor penggerak penting
munculnya kemerdekaan bangsa Indonesia. Tokoh - tokoh tersebut secara
radikal dan melalui pergerakan bawah tanah melakukan desakan kepada
Soekarno dan Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan setelah
melalui radio mereka mendengar bahwa telah terjadi insiden bom atom di
Jepang, dan mereka berpikir bahwa inilah saat yang tepat untuk
mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia. Mahasiswa - mahasiswa yang
terdiri dari Soekarni dan Chairul Saleh inilah yang akhirnya terpaksa
menculik tokoh proklamator tersebut sampai ke Rengasdengklok agar lebih
memberikan tekanan kepada mereka untuk lebih cepat dalam
memproklamasikan kemerdekaan. Peristiwa inilah yang kemudian tercatat
dalam sejarah sebagai peristiwa Rengasdengklok.
Pergerakan 1966
Pada
masa setelah kemerdekaan, mulai bermunculan secara bersamaan organisasi -
organisasi mahasiswa di berbagai kampus. Berawal dari munculnya
organisasi mahasiswa yang dibentuk oleh beberapa mahasiswa di Sekolah
Tinggi Islam (STI) di Yogyakarta, yang dimotori oleh Lafran Pane dengan
mendirikan organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) pada tanggal 5
Februari 1947. Organisasi ini dibentuk sebagai wadah pergerakan
mahasiswa yang dilatarbelakangi oleh 4 faktor utama yang meliputi
Situasi Dunia Internasional, Situasi NKRI, Kondisi Mikrobiologis Ummat
Islam di Indonesia, Kondisi Perguruan Tinggi dan Dunia Kemahasiswaan.
Selain itu pada tahun yang sama, dibentuk pulalah Perserikatan
Perhimpunan Mahasiswa Indonesia (PPMI) yang didirikan melalui kongres
mahasiswa di Malang. Lalu pada waktu yang berikutnya didirikan juga
organisasi - organisasi mahasiswa yang lain seperti Gerakan Mahasiswa
Nasional Indonesia (GMNI) yang berhaluan pada ideologi Marhaenisme
Soekarno, Gerakan Mahasiswa Sosialis Indonesia (GAMSOS) yang lebih
cenderung ke ideologi Sosialisme Marxist, dan Concentrasi Gerakan
Mahasiswa Indonesia (CGMI) yang lebih berpandangan komunisme sehingga
cenderung lebih dekat dengan PKI (Partai Komunis Indonesia).Sebagai
imbas daripada kemenangan PKI pada pemilu tahun 1955, organisasi CGMI
cenderung lebih menonjol dibandingkan dengan organisasi - organisasi
mahasiswa lainnya. Namun justru hal inilah yang menjadi cikal bakal
perpecahan pergerakan mahasiswa pada saat itu yang disebabkan karena
adanya kecenderungan CGMI terhadap PKI yang tentu saja dipenuhi oleh
kepentingan - kepentingan politik PKI. Secara frontal CGMI menjalankan
politik konfrontasi dengan organisasi - organisasi mahasiswa lainnya
terutama dengan organisasi HMI yang lebih berazazkan Islam. Berbagai
bentuk propaganda politik pencitraan negatif terus dibombardir oleh CGMI
dan PKI kepada HMI, beberapa bentuk propaganda yang mereka wujudkan
yaitu salah satunya melalui artikel surat kabar yang berjudul Quo Vadis
HMI. Perseturuan antara CGMI dan HMI semakin memanas ketika CGMI
berhasil merebut beberapa jabatan di organisasi PPMI dan juga GMNI,
terlebih setelah diadakannya kongres mahasiswa V tahun 1961.
Atas
beberapa serangan yang terus menerus dilakukan oleh pihak PKI dan CGMI
terhadap beberapa organisasi mahasiswa yang secara ideologi bertentangan
dengan mereka, akhirnya beberapa organisasi mahasiswa yang terdiri dari
HMI, GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia), PMKRI, PMII,
Sekretariat Bersama Organisasi-organisasi Lokal (SOMAL), Mahasiswa
Pancasila (Mapancas), dan Ikatan Pers Mahasiswa (IPMI), mereka sepakat
untuk membentuk KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia). Dimana tujuan
pendiriannya, terutama agar para aktivis mahasiswa dalam melancarkan
perlawanan terhadap PKI menjadi lebih terkoordinasi dan memiliki
kepemimpinan. Munculnya KAMI diikuti berbagai aksi lainnya, seperti
Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI), Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar
Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI), dan
lain-lain.
Berawal dari semangat kolektifitas mahasiswa secara
nasional inilah perjuangan mahasiswa yang dikenal sebagai gerakan
angkatan '66 inilah yang kemudian mulai melakukan penentangan terhadap
PKI dan ideologi komunisnya yang mereka anggap sebagai bahaya laten
negara dan harus segera dibasmi dari bumi nusantara. Namun sayangnya, di
tengah semangat idealisme mahasiswa pada saat itu ada saja godaan
datang kepada mereka yang pada akhirnya melunturkan idealisme perjuangan
mereka, dimana setelah masa orde lama berakhir, mereka yang dulunya
berjuang untuk menruntuhkan PKI mendapatkan hadiah oleh pemerintah yang
sedang berkuasa dengan disediakan kursi MPR dan DPR serta diangkat
menjadi pejabat pemerintahan oleh penguasa orde baru. Namun di tengah
gelombang peruntuhan idealime mahasiswa tersebut, ternyata ada sesosok
mahasiswa yang sangat dikenal idealimenya hingga saat ini dan sampai
sekarang tetap menjadi panutan para aktivis - aktivis mahasiswa di
Indonesia, yaitu Soe Hok Gie. Ada seuntai kalimat inspiratif yang
dituturkan oleh Soe Hok Gie yang sampai sekarang menjadi inspirasi
perjuangan mahasiswa di Indonesia, secara lantang ia mengatakan kepada
kawan - kawan seperjuangannya yang telah berbelok idealimenya dengan
kalimat "lebih baik terasingkan daripada hidup dalam kemunafikan".
Pergerakan 1974
Periode
ini sangat berbeda sekali dengan periode sebelumnya di tahun 1966,
dimana pada masa pergerakan mahasiswa tahun 1966 mahasiswa melakukan
afiliasi dengan pihak militer dalam menumpas PKI. Pada periode 1974 ini,
mahasiswa justru berkonfrontasi dengan pihak militer yang mereka anggap
telah menjadi alat penindas bagi rakyat. Gelombang perlawanan bermula
sejak dinaikkannya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang dianggap
meneyengsarakan rakyat. Selain itu, isu pemberantasan korupsi juga
dengan lantang digalakkan oleh mahasiswa yang mendesak agar pemerintah
lebih tegas dalam menjerat koruptor yang terdiri dari pejabat - pejabat
pemerintahan saat itu. Melalui pergerakan inilah muncul suatu gerakan
yang disebut "Mahasiswa Menggugat" yang dimotori oleh Arif Budiman dan
Hariman Siregar yang menyuarakan isu korupsi dan kenaikan BBM. Menyusul
pergerakan mahasiswa yang terus meluas, secara inisisatif mahasiswa
membentuk Komite Anti Korupsi (KAK) yang diketuai oleh Wilopo.
Namun
ketika kebusukan - kebusukan rezim pemerintahan orde baru terus mencuat
di permukaan, dengan serta merta pemerintah melakukan berbagai rekayasa
politik guna meredam protes massa dan mempertahankan status quo,
terlebih menjelang pemilu tahun 1971.
Namun hal tersebut tidak juga
berhasil dalam meredam gelombang protes mahasiswa, secara bersama -
sama, masyarakat dan mahasiswa terus melancarkan sikap ketidakpercayan
mereka terhadap 9 partai politik dan Golongan Karya yang selama ini
menjadi wadah aspirasi politik mereka dengan munculnya Deklarasi
Golongan Putih (Golput) pada tanggal 28 Mei 1971. Dimana gerakan ini
dimotori oleh Adnan Buyung Nasution, Asmara Nababan, dan Arif Budiman.
Selain itu mahasiswa juga melancarkan kritik kepada pemerintah yang
telah melakukan pemborosan anggaran negara dengan melakukan beberapa
proyek eksklusif yang dinilai tidak perlu untuk pembangunan. Salah
satunya adalah dengan mendirikan Taman Mini Indonesia Indah, yang
sebenarnya proyek - proyek tersebut dijadikan alasan bagi Indonesia
untuk terus - menerus menyerap hutang terhadap pihak luar negeri.
Gelombang
Protes semakin meledak ketika harga barang kebutuhan semakin melambung
dan budaya korupsi di kalangan pejabat pemerintah semakin menular,
gelombang protes inilah yang memunculkan suatu gerakan yang dikenal
dengan nama peristiwa Malari pada tahun 1974 yang dimotori oleh Hariman
Siregar. Melalui gerakan tersebut lahirlah Tritura Baru selain daripada 2
tuntutan yaitu Bubarkan Asisten Pribadi dan Turunkan Harga.
Periode NKK/BKK
Pada
masa inilah pergerakan mahasiswa mulai dimatikan peran dan fungsinya
oleh pemerintah, yaitu sejak terpilihnya Soeharto untuk yang ketiga
kalinya melalui Pemilihan Umum. Maka guna meredam sikap ktiris mahasiswa
terhadap pemerintah dan untuk mempertahankan status quo pemerintahan
maka dikeluarkanlah Kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK) melalui
SK No.0156/U/1978. Konsep ini mencoba mengarahkan mahasiswa hanya
menuju pada jalur kegiatan akademik, dan menjauhkan dari aktivitas
politik karena dinilai secara nyata dapat membahayakan posisi rezim.
Menyusul diadakannya konsep NKK tersebut maka pemerintah melakukan
tindakan pembekuan terhadap beberapa organisasi Dewan Mahasiswa di
beberapa kampus di Indonesia yang kemudian diganti dengan membentuk
struktur organisasi baru yang disebut Badan Koordinasi Kampus (BKK).
Berdasarkan SK menteri P&K No.037/U/1979 kebijakan ini membahas
tentang Bentuk Susunan Lembaga Organisasi Kemahasiswaan di Lingkungan
Perguruan Tinggi, dan dimantapkan dengan penjelasan teknis melalui
Instruksi Dirjen Pendidikan Tinggi tahun 1978 tentang pokok-pokok
pelaksanaan penataan kembali lembaga kemahasiswaan di Perguruan Tinggi.
Kebijakan BKK itu secara implisif sebenarnya melarang dihidupkannya
kembali Dewan Mahasiswa, dan hanya mengijinkan pembentukan organisasi
mahasiswa tingkat fakultas (Senat Mahasiswa Fakultas-SMF) dan Badan
Perwakilan Mahasiswa Fakultas (BPMF). Namun hal yang terpenting dari SK
ini terutama pemberian wewenang kekuasaan kepada rektor dan pembantu
rektor untuk menentukan kegiatan mahasiswa, yang menurutnya sebagai
wujud tanggung jawab pembentukan, pengarahan, dan pengembangan lembaga
kemahasiswaan.
Sehingga praktis, kondisi kehidupan mahasiswa dalam
melakukan pergerakan politik menjadi lumpuh. Yang kemudian akhirnya
menyebabkan mahasiswa hanya fokus ke urusan akademis dan menjadi apatis.
Terlebih lagi dengan munculnya beberapa organisasi kemasyarakatan yang
pada saat itu justru menjadi alat kepentingan politik pemerintah.
Sehingga tidak heran pada saat itu kondisi rezim semakin kuat dan tegak.
Pergerakan 1998
Namun
pengekangan terhadap mahasiswa melalui NKK/BKK tidak bertahan lama.
Gejolak krisis moneter di seluruh dunia telah membuat kondisi
perekonomian di Indonesia terguncang hebat. Hal tersebut ditandai dengan
menaiknya angka tukar rupiah terhadap dolar yang menembus Rp
17.000/Dolar. Hal ini tentu saja sangat mengejutkan masyarakat
Indonesia, khususnya mahasiswa yang akhirnya animo pergerakannya mulai
bangkit setelah sebelumnya mengalami mati suri yang cukup panjang.
Dimulai ketika pada saat 20 mahasiswa UI yang mendatangi gedung MPR/DPR
RI denga tegas menolak pidato pertanggungjawaban presiden yang
disampaikan melalui sidang umum MPR dan menyerahkan agenda reformasi
nasional kepada MPR. Kondisi Indonesia semakin tegang sejak harga BBM
melonjak naik hingga 71% yang ditandai dengan beberapa kerusuhan yang
terjadi di Medan yang setidaknya telah memakan 6 korban jiwa. Kegaduhan
berlanjut pada tanggal 7 Mei dan 8 Mei. Yaitu peristiwa cimanggis,dimana
pada saat itu telah terjadi bentrokan antara mahasiswa dan aparat
keamanan di kampus Fakultas Teknik Universitas Jayabaya, Cimanggis, yang
mengakibatkan sedikitnya 52 mahasiswa dibawa ke RS Tugu Ibu, Cimanggis.
Dua di antaranya terkena tembakan di leher dan lengan kanan, sedangkan
sisanya cedera akibat pentungan rotan dan mengalami iritasi mata akibat
gas air mata, Kemudian peristiwa Gejayan di Yogyakarta yang telah
merenggut nyawa 1 orang mahasiswa.
Hal tersebut tentu saja makin
membuat panas situasi antara mahasiswa dan pemerintah, terutama terhadap
militer yang mereka anggap telah berbuat semena-mena terhadap mahasiswa
yang berdemonstrasi. Demonstrasi besar-besaran yang dilakukan oleh
mahasiswa pun akhirnya semakin merebak dan meluas. Di Jakarta sendiri,
ribuan mahasiswa telah berhasil menduduki gedung MPR/DPR RI pada tanggal
19 Mei 1998. Atas berbagai tekanan yang terjadi itulah akhirnya pada
tanggal 21 Mei 1998 pukul 09.00, presiden RI pada saat itu, yaitu
Soeharto resmi mengundurkan diri, dan kemudian menyerahkan jabatannya ke
wakil presidennya yaitu Prof.BJ Habibie.
Namun hal tersebut tidak
serta merta membuat masyarakat puas, karena mereka masih menganggap
bahwa Habibie merupakan antek orde baru. Peristiwa terus berlanjut
hingga menjelang akhir tahun, yaitu ketika sidang istimewa MPR digelar
pada bulan November. Mahasiswa terus melakukan perlawanan terhadap
pemerintahan Habibie yang masih mereka anggap sebagai regenerasi Orde
Baru, dan menyatakan sikap ketidakpercayaan terhadap anggota MPR/DPR RI
yang masih berbau orde baru. Selain itu mereka juga mendesak agar
militer dibersihkan dari kegiatan politik dan menentang dwifungsi ABRI.
Sepanjang diadakannya Sidang Istimewa itu masyarakat bergabung dengan
mahasiswa setiap hari melakukan demonstrasi ke jalan-jalan di Jakarta
dan kota-kota besar lainnya di Indonesia. Peristiwa ini mendapat
perhatian sangat besar dari seluruh Indonesia dan dunia internasional.
Hampir seluruh sekolah dan universitas di Jakarta, tempat diadakannya
Sidang Istimewa tersebut, diliburkan untuk mencegah mahasiswa berkumpul.
Apapun yang dilakukan oleh mahasiswa mendapat perhatian ekstra ketat
dari pimpinan universitas masing-masing karena mereka di bawah tekanan
aparat yang tidak menghendaki aksi mahasiswa. Aksi perlawanan terus
bergejolak dan ketika itulah tragedi ini bermula. Yaitu ketika beberapa
aksi mahasiswa tersebut dihadang oleh pihak militer yang bersenjata api
lengkap dengan kendaraan lapis baja mereka. Usaha militer untuk
membubarkan mahasiswa telah mengakibatkan bentrok yang cukup hebat,
usaha tersebut diwarnai dengan beberapa tembakan senjata yang dilakukan
oleh aparat terhadap mahasiswa secara membabi buta guna membubarkan
massa. Alhasil, Tindakan membabi buta yang dilakukan pihak militer pada
saat itu telah menyebabkan 17 orang meninggal dunia, dan ratuan lainnya
luka berat. Korban meninggal dan luka-luka tidak hanya memakan nyawa
mahasiswa saja, mulai dari tim relawan kemanusiaan, wartawan, dan
masyarakat juga ikut menjadi korban, termasuk anak kecil yang masih
berusia 6 tahun tewas tertembak peluru nyasar.
Peristiwa reformasi
inilah yang kemudian menjadi catatan kelam negeri ini, yang telah
menumpahkan darah mereka-mereka yang ingin berjuang untuk negeri. Yang
juga menjadi titik pencerahan baru bagi perubahan Indonesia di masa
selanjutnya. Dimana kebebasan dalam menyampaikan aspirasi dan kebebasan
pers yang sebelumnya tidak dijumpai pada masa orde baru kembali
diperoleh oleh masyarakat di negeri ini. Namun, ada 1 agenda reformasi
yang sampai sekarang belum bisa terwujudkan yaitu pemberantasan korupsi
yang hingga kini masih menjadi wabah berbahaya bagi stabilitas negara.
Mahasiswa Sebagai Penancap Tombak Peradaban
Peradaban
bangsa ini semakin mengalami perubahan adalah tak lain karena ada peran
pemuda mahasiswa di dalamnya. Catatan sejarah tersebut setidaknya telah
menjadi bukti bahwa mahasiswa selalu menempatkan diri dalam setiap
perubahan historik dan patriotik di negeri ini. Mengapa Harus
Mahasiswa???
Berdasarkan karakterisitik alamiahnya, pemuda mahasiswa
memiliki keunggulan tersendiri dibandingkan elemen - elemen masyarakat
lainnya. Sebagai seorang yang memiliki jiwa muda, mahasiswa merupakan
sesosok figur yang bisa dikatakan memiliki karakter yang masih memiliki
idealisme yang tinggi dalam berjuang, mereka tidak segan - segan untuk
menyuarakan kekesalan dan kritik mereka terhadap siapapun yang mereka
anggap menyimpang dari kondisi ideal. Mahasiswa merupakan sosok insan
akademis yang sedang menjalankan aktifitas pendidikan yang terbilang
tinggi sehingga mereka beranggapan bahwa ilmu yang mereka dapatkan
merupakan sebuah senjata pamungkas untuk mengabdikan diri ke masyarakat.
Mahasiswa juga dikenal kreatif dalam membangun ilmu yang didapatkannya
serta mengaplikasikannya ke masyarakat karena secara biologis pemuda
masih memiliki kondisi yang fresh untuk berpikir dan bertindak secara
fisik. Mahasiswa sebagai pemuda juga memiliki keingintahuan dan sikap
kritis yang tinggi terhadap kondisi di sekitarnya, dan dengan modal
intelektualitas yang ia punya ia senantiasa mampu untuk memperjuangkan
kondisi sosial yang dilihatnya agar menjadi lebih ideal dan dinamis.
Pada
kesimpulannya, mahasiswa memiliki 3 modal dasar yang membuat ia mampu
disebut sebagai agent of change (agen perubahan) dan agent of social
control (agen pengawas sosial) yaitu kekuatan moralnya dalam berjuang
karena pada intinya apa yang ia buat adalah semata - mata berlandaskan
pada gerakan moral yang menjadi idealismenya dalam berjuang, yang kedua
adalah kekuatan intelektualitasnya, melalui ilmu pengetahuan yang ia
raih di bangku pendidikan, ia senantiasa ingin mengaplikasiakan segenap
keilmuannya untuk gerakan moral dan pengabdian kepada masyarakat, karena
baginya ilmu merupakan suatu amanah dan tanggung jawab yang harus
diamalkan, yang ketiga adalah mahasiswa sebagai seorang pemuda memiliki
semangat dan jiwa muda yang merupakan karakter alami yang pasti dimiliki
oleh setiap pemuda secara biologis, dimana melingkupi kekuatan otak dan
fisik yang bisa dikatakan maksimal, lalu kratifitas, responsifitas,
serta keaktifannya dalam membuat inovasi yang sesuai dengan bidang
keilmuannya.
Mungkin hal - hal inilah yang menjadi faktor utama
mengapa pemuda mahasiswa yang selalu menjadi aktor peradaban dan tulang
punggung perjuangan bangsa dalam membangun peradabanya, bahkan seorang
Soekarno juga mengakui kemampuan yang dimiliki pemuda mahasiswa tersebut
melalui statementnya "berikan aku sepuluh pemuda, maka akan aku guncang
dunia". Dan memang begitu lah kenyataannya dan fakta yang tidak bisa
ditolak oleh siapapun perihal tinta emas yang telah digoreskan oleh
pemuda mahasiswa dimanapun dia berada.
Mungkin sejarah gerakan
mahasiswa ini layaknyalah kita jadikan sebagai bahan refleksi kita semua
khususnya yang sekarang menjadi seorang mahasiswa bahwa inilah
sebenarnya peran dan tanggung jawab kita sebagai pemuda mahasiswa yang
telah ditunjukkan oleh para pendahulu kita yang sudah terlebih dahulu
menancapkan tombak perubahannya di negeri ini. Lantas kita yang
seharusnya melanjutkan perjuangan mereka harus bagaimana???
apakah sejarah ini layak kita sia-siakan dengan keapatisan kita selama ini??
Sudah
saatnya pemuda mahasiswa saat ini mulai bangun dari tidur panjangnya,
mana semangat pemuda mahasiswa tahun 1908, 1928, 1945, 1966, sampai 1998
yang sempat mengguncang Indonesia tersebut???
mari kita renungkan
sama-sama dan kita ciptakan sejarah kita yang nantinya bakal menjadi
tinta emas peradaban bangsa kita yang semakin terpuruk ini.
HIDUP MAHASISWA!!!!